Rabu, 02 November 2011

Konseling Realitas


KONSELING REALITAS (KOREAL)

A.  Pengantar Konseling Realitas
1. Tingkah laku manusia didorong untuk memenuhi kebutuhan dasar (baik psikologikal maupun fisiologikal), yang sama untuk semua orang.
a. Kebutuhan fisiologikal: segala sesuatu untuk mempertahankan keberadaan organism
b. Kebutuhan psikologikal:
   1) Untuk mencintai dan dicintai
   2) Untuk berguna bagi diri sendiri dan orang lain  
Kedua kebutuhan psikologikal itu disatukan menjadi kebutuhan akan identitas
B.  Perkembangan Kepribadian
1. Perkembangan kepribadian:
    a. Perkembangan kepribadian merupakan fungsi dari bagaimana individu belajar untuk memenuhi        kebutuhannya:
     1) Yang dapat memenuhi dengan baik, disebut: berfungsi secara tepat–responsible–success identity    (SI)
     2) Yang tidak baik disebut: berfungsi secara tidak tepat–irresponsible–failure identity (FI)
   a) SI berkembang melalui hubungan yang mesra dengan orang tua yang bertanggung jawab. Orang tua ini memelihara anaknya dengan:
      - cinta
      - pengajaran
      - disipilin
      - teladan
2.  Dasar SI adalah R3
     a. Right: norma-norma yang berlaku 
   b. Responsibility: kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pribadi tanpa mengganggu pemenuhan kebutuhan orang lain
c. Reality: acuan nyata bagi pemenuhan kebutuhan pribadi
Agar seseorang dapat memenuhi kebutuhannya, maka ia harus belajar tentang norma-norma, bertingkah laku secara bertanggung jawab, serta memahami dan mampu mengahadapi kenyataan
C.  Tingkah Laku Salah Suai
1.  Apabila seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, ia akan kehilangan hubungan dengan kenyataan, persepsinya terhadap kenyataan menjadi kacau
2.   Sebab-sebab:
-     Keterlibatan dengan orang lain secara tidak semestinya, tidak pernah belajar bertingkah laku secara bertanggung jawab
-          Kegagalan orang tua, guru dan suasana sekolah memenuhi kebutuhan cinta anah/siswanya
-          Kegagalan individu memperoleh hubungan yang baik dengan orang-orang baginya amat penting
D.  Tujuan Konseling
1.   Konseling merupakan tempat yang secara khusus mengajarkan atau melatih klien apa-apa yang seharusnya dilakukan dalam hidupnya, pengajaran atau latihan itu dilaksanakan dalam waktu yang singkat
2.      Tujuan: mengajar/melatih klien memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan pedoman R3
E.     Proses dan Teknik Konseling
1.       Keterlibatan konselor terhadap klien sangatlah penting
2.      Ciri-ciri konselor:
a.    Konselor adalah orang yang telah mampu memenuhi kebutuhan sendiri, seorang yang responsible
b.  Kuat, sabar dan tidak terburu-buru, tidak mennyatujui begitu saja tingkah laku atau permintaan klien, tidak pernah memaafkan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab
c.      Hangat dan sensitif (cepat tanggap), mampu memahami tingkah laku klien
d.   Mampu membeberkan perjuangan hidupnya sendiri kepada klien, sehingga klien tahu bahwa semua orang mampu bertindak responsible meskipun dalam keadaan sulit
3.     Konseling realitas adalah proses yang rasional
4.  Klien harus menyadari bahwa konseling tidak mungkin membuat klien bahagia, melainkan tingkah laku klien yang responsible, yaitu dengan menghadapi kenyataan dan mengambil tanggung jawab atas dirinya sendiri
5.     Teknik umum (yang dapat dipakai secara fleksible oleh konselor):
a. Personal: menciptakan suasana hangat dan penuh perhatian terhadap klien, dengan mempergunakan  kata ganti: saya, anda, kita. Suasana ini mengarah pada self-disclosing (bagi klien maupun konselor)
b.  Lebih memfokuskan pada tingkah laku sekarang daripada perasaan: bukan perasaan yang penting, melainkan apa yang dilakukan
c.       Menekankan sekarang: menekankan berfungsinya klien sekarang, bukan masa lalu
d.      Mempertimbangkan nilai: klien diajak untuk menilai tingkah lakunya sendiri, apakah responsible, menguntungkan/merugikan diri sendiri atau orang lain
e.       Merencanakan: membuat rencana khusus untuk mengubah tingkah laku yang tidak responsible
f.         Pengukuran: pengukuran hasrat atas rencana pengubahan tingkah laku
g.    Tidak ada maaf: apabila rencana yang dibuat itu tidak terlaksana atau tidak membuahkan hasil, konselor tidak bertanya mengapa, melainkan membantu klien membuat rencana selanjutnya
h.   Tidak ada hukuman: konselor tidak menghukum, sebab menghukum akan memperkuat FI. Dalam hal itu konselor memberikan kesempatan kepada klien merasakan akibat dari tingkah lakunya yang salah.

Sumber:
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: FIP IKIP Padang

Konseling Self


KONSELING SELF
(KONSELF)
A.    Pengantar Konseling Self
     Konseling yang berpusat pada klien (client-centreted) sering pula disebut dengan konseling teori diri (self theory), konseling non-direktif dan konseling Rogerian. Konseling self (client-Centred) ini dipelopori oleh Rogers. Menurut Rogers konseling dan psikoterapi tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien berkembang dengan pesat di Amerika Serikat dan diterima sebagai konsep dan alat baru dalam terapi yang diterapkan tidak hanya bagi orang dewasa akan tetapi juga bagi remaja dan anak-anak. Adapun asumsi tentang manusia menurut Konseling self ini adalah sebagai berikut :
a.       Manusia adalah rasional, tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri.
b. Dalam kondisi yang memungkinkan, manusia akan mampu mengarahkan diri sendiri, maju dan menjadi individu yang positif dan konstruktif.

B.     Teori Kepribadian
1.      Struktur Kepribadian meliputi komponen OLS:
a.       Organisme :
·    Merupakan keseluruhan dari seseorang: keberadaan pikirannya, tingkahlakunya, dan jasmaniahnya. Organisme bertindak sebagai satu kesatuan dalam memenuhi kebutuhannya.
·    Kebutuhan dasar adalah beraktualisasi diri, yaitu: dorongan untuk membesar, meluas, berkembang dan matang.
·    Organisme mendambakan berkembang secara penuh dan terbebas dari kontrol eksternal.
·    Organisme bertindak dalam kesadaran
b.      Lapangan Fenomenal: segala sesuatu yang dialami seseorang baik yang bersifat eksternal maupun internal, yaitu hal-hal yang dipersepsinya dan dianggapnya penting.
c.       Self: bagian dari lapangan fenomenal yang meliputi persepsi dan nilai-nilai tentang diri sendiri (“aku”)


2.    Kepribadian
a.       Merupakan hasil dari interaksi terus menerus antara organisme, lapangan fenomenal dan self.
b.      Selalu dalam keadaan berkembang.

C.     Perkembangan Kepribadian
a.  Organisme valuing process (OVP) : proses penilaian (sejak bayi dan berlangsung terus menerus):
·         Hal-hal yang dipersepsi tidak memenuhi kebutuhan dianggap sebagai sesuatu yang negative.
·         Hal-hal yang dipersepsi memenuhi kebutuhan dianggap sebagai sesuatu yang positif.
b. Positive regard from other (PRO): proses mengadopsi nilai-nilai dari orang lain selanjutnya, menilai diri sendiri berdasarkan penilaian orang lain.
c.  Self regard (SRG): pandangan terhadap diri sendiri didasarkan pada persepsinya atas penilaian orang lain terhadap dirinya. Dalam hal ini individu menilai tingkah lakunya sendiri berdasarkan penilaian orang lain, tanpa peduli apakah menurut diri sendiri tingkah laku itu baik atau buruk. Self regard ini memaksakan nilai-nilai dari orang lain terhadap self.
d. Condition of worth (COW): Kondisi ini menunjukkan individu tidak mampu menilai diri sendiri dengan kaca mata positif, kecuali berdasarkan nilai-nilai yang dipaksakan itu, tak peduli hal itu menyenangkan atau tidak. Bahkan dalam kondisi seperti itu individu dapat menilai sesuatu sebagai positif,  padahal itu tidak menyenangkan bagi dirinya, dan menilai negatif, padahal menyenangkan.

D.    Perkembangan Kepribadian Salah Suai
a.  Adanya ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara pengalaman organismik dan self yang menyebabkan individu merasa dirinya rapuh dan mengalami salah suai.
b. Karakteristik kepribadia salah suai :
·         Estrangement : membenarkan apa yang sesunghunya oleh diri sendiri dirasakan tidak mengenakkan.
·         Incongruity in behavior : ketidaksesuaian tingkah laku karena COW, hal ii sering menimbulkan kecemasan.
·         Kecemasan : kondisi yang ditimbulkan oleh adanya ancaman terhadap kesadaran tentang diri sendiri.
·         Defense mechanism (DM): tindakan yang diambil oleh individu agar tampak konsisten terhadap struktur self (yang salah itu).
Gejala tingkah laku salah suai :
·         Kecemasan atau ketegangan terus menerus.
·         Tingkah laku yang rigid – tidak luwes.
·         Menolak situasi baru.
·         Salah dalam memperkirakan.
·         Menolak untuk menyadari pengalaman-pengalamannya sendiri.
·         Tingkah lakunya tidak terduga.
·         Sering tidak rasional.
·         Tidak mampu mengontrol dirinya sendiri.

E.     Tujuan dan Proses Konseling
a.       Tujuan
1.      Pada dasarnya :
·         Klien sendiri yang menentukan tujuan konseling.
·    Membantu klien menjadi lebih matang dan kembali melakukan self-actualization (SA) dengan menghilangkan hambatan-hambatannya.
2.      Secara lebih khusus : membebaskan klien dari lingkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam SA-nya .
b.      Proses Konseling
·         Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena konselor tidak pernah merespon negatif unconditional positif regard (UPR).
·         Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata ganti “saya”.
·         Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalaman nya dari sudut yang lebih realistic.
·         Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia rasakan.
·         Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya sendiri.

F.      Situasi Konseling
1.      Kondisi yang diperlukan untuk proses konseling :
·         Psychological contact (secara minimum harus ada).
·         Minimum state of anxiety (MSA) : apabila klien merasa tidak enak dengan keadaannya sekarang maka ia cenderung berkehendak untuk mengubah dirinya.
·         Conselor genuiness : jujur, tulus, tanpa pamrih.
·         Unconditioned positive regard and respect : Penghargaan yang tulus kepada klien (KTPS).
·         Emphatic understanding : konselor benar-benar memahami kondisi internal klien, merasakan jika seandainya konselor sendiri yang menjadi klien.
·         Client perception : klien perlu merasakan bahwa kondisi-kondisi diatas memang ada.
·         Concretness, immediacy, and confrontation : ini merupakan teknik-teknik khusus dalam proses konseling.
2.      Pendekatan “jika-maka” (PJM)
·         Jika konselor mampu menciptakan kondisi-kondisi di atas, maka proses konseling dapat terjadi
·         Jika proses konseling dapat terjadi, maka suatu hal nyata (yaitu perubahan pada diri klien) akan dapat diraih. Hasil ini mengacu pada kembalinya klien ke jalan menuju SA.
3.      Penerapan :
·         Konselor menjadi alter ego bagi klien.
·         Tanggung jawab dalam hubugan konseling diletakkan pada klien, bukan pada konselor.
·         Waktu perlu dibatasi, hal ini disampaikan kepada klien.
·         Fokus kegiatan konseling adalah terhadap individu klien, bukan terhadap masalah.
·         Menekankan asas kekinian: disini dan sekarang.
·         Diagnosis oleh konselor tidak perlu, klien mendiagnosis diri sendiri.
·         Lebih menekankan aspek-aspek emosional dari pada intelektual.
·         Konselor tidak perlu memberikan berbagai informasi kepada klien.
·         Tes dipergunakan dengan amat sangat terbatas.


G.    Kekuatan dan Kelemahan
1.      Kekuatan
·         Pemusatan pada klien  bukan pada konselor dalam konseling.
·         Identifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama dalam merubah kepribadian.
·         Lebih menekankan pada sikap konselor dari pada teknik.
·         Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
·         Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling.
2.      Kelemahan
·      Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi merupakan faktor intelektif, kognitif dan rasional.
·      Penggunaan teori untuk membantu klien tidak sesuai dengan teori.
·      Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu.
·      Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi konselor dan klien.
·      Meskipun terbukti bahwa konseling client centered diakui efektif, tapi bukti-bkti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
·      Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.








Sumber :
Mohamad. Surya. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: UNP