KONSELING
EGO
(KONEGO)
A. Pengantar Konseling Ego
Dalam konseling ego yang dikenal
satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan
ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”.
Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang
lemah, misalnya orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa
mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki ego lemah. Dikatakan demikian
adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya
secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya. Pada umumnya
masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego
tersebut.
Perbedaan antara ego menurut Sigmund
Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah : menurut Freud, ego itu
tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan menurut
Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang
merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi
kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.
B. Asumsi tentang Manusia
1. Perkembangan
kepribadian
Kepribadian
merupakan produk dari berbagai factor dalam waktu yang lama. Ego berkembang
atas kekuatannya sendiri, tidak tergantung pada energy id.
Pertumbuhan ego yang normal merupakan
perkembangan kemampuan komunikasi pada anak:
a. Diferensiasi
b. Berkembang
melalui hubungan dengan lingkungan
c. Proses
sosialisasi
d. Coping ability (CA),
melalui:
-
Pola-pola baru tingkah laku
-
Usaha sadar yang akan menjadi otomatis
e. Pola
dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun pertama
2. Fungsi
ego
Fungsi
ego disini lebih positif dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, yaitu
berhubungan dengan lingkungan memlalui cara-cara yang rasional dan sadar.
Tiga kategori fungsi ego:
a. Impulse
economics (imec)
Kemampuan ego untuk tidak hanya
mengontrol dorongan-dorongan, tetapi menyalurkan kea rah tingkah laku yang
lebih dapat diterima dan berguna.
b. Cognitive
function (cogfun)
Kemampuan ego untuk menganalisis dan
berpikir logis mengatasi perasaan. Ini merupakan ego yang bebas dari pengaruh
id.
c. Controlling
finction (confun)
Kemampuan ego untuk memusatkan usaha
penyelesaian tugas tanpa diganggu oleh perasaan.
C. Perkembangan Tingkah Laku Salah
Suai
Erikson merumuskan munculnya tingkah
laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
a.
Individu dahulunya kehilangan kemampuan
atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga
pada saat sekarang menjadi salah tingkah. Contoh : seseorang yang tidak boleh
bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana seseorang tersebut amat
terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan
pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh
lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak
longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu
itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
b.
Apabila pola-pola coping behavior yang
sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat
dimana dia itu berada. Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai
di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat
akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi
pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang
tentu saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
c.
Fungsi ego tidak berjalan dengan baik.
Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam
bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol
perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja
menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
D.
Tujuan
Konseling dan Proses Konseling
1. Tujuan
Konseling
Tujuan
konseling berdasarkan pandangan Erikson ialah memfungsikan ego klien yang
sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu tujuan konseling itu adalah
melakukan perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang
dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego
integrety)
2.
Proses Konseling
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan
konseling ego adalah :
a. Pertama-tama
mebantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga
feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain
yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.
b. Klien
kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.
c. Selanjutnya
konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang dijumpainya
untuk mencapai tujuan masa depannya
d. Kalau
pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh,
konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk
mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya.
Agar konseling ego dapat diselenggarakan
dengan efektif, maka ada beberapa aturan dalam konseling ego, yaitu :
a. Proses
konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar
itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif
ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.
b.
Proses konseling hendaklah bertitik
tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas
nostalgia masa lampau.
c.
Proses konseling lebih ditekankan pada
pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada
hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah
lakunya.
d.
Konselor hendaklah menciptakan suasana
hangat dab spontan, baik dalam penerimaan klien mauoun dalam proses konseling.
e.
Konseling harus dilakukan secara
profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.
f.
Proses konseling hendaklah tidak
berusaha mengorganisir keselururan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola
tingkah laku yang salah suai.
E.
Teknik
Konseling
Adapun teknik konseling
ego itu adalah sebagai berikut :
a.
Pertama-tama konselor perlu membian
hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada
diri klien terhadap konselornya.
b.
Usaha yang dilakukan konselor harus
dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang
ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
c.
Pembahasan itu dipusatkan pada aspek
kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung dengam perasaan juga
disinggung.
d.
Mengembangkan situasi “ambiguitas”
(keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak
dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu ada beberapa
hal yang dapat dilakukan, yaitu :
1.
Konselor memberikan kesempatan kepada
klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari dalam diri klien.
2.
Klien diperkenankan mengemukakan
kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
3.
Konselor menyediakan fasilitas yang
memungkinkan terjadinya tranference melalui proyeksi. Tranference maksudnya
adalah tembus pandang dalam arti bisa dilihat orang. Misalnya pirbadi yang
tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat
pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah
mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan
hal itu terdapat pada diri orang lain.
e.
Pada saat klien melakukan trabference,
maka konselor hendaklah melakukan kontar tranference. Maksudnya konselor
mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
f.
Konselor hendaknya melakukan dignosis
dengan dimensi-dimensinya, yaitu :
1.
Perincian dari masalah yang sedang
dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
2.
Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut,
bisa juga titik api yang menjadikan masalah tersebut menyebar saat ini.
3.
Letaknya masalah itu dimana, apakah pada
kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat
itu.
4.
Kekuatan dan kelemahan masing-masing
orang yang bermasalah, misalnya apa yang dimilikinya baik yang sifatnya tidak
dimilikinya.
g.
Membangun fungsi ego yang baru dengan
cara :
1.
Dapat dikemukakan berbagai
gagasan-gagasan baru.
2.
Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut
langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku.
3.
Pembuatan kontrak untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.
Sumber:
Taufik.
2002. Model-model Konseling. Padang : FIP UNP
Prayitno.
1998. Konseling Pancawaskita. Padang: FIP UNP
bagus
BalasHapus