Rabu, 02 November 2011

Konseling Ego


KONSELING EGO
(KONEGO)

A.    Pengantar Konseling Ego
            Dalam konseling ego yang dikenal satu istilah yang sangat menonjol yaitu “ego strength” yang artinya kekuatan ego. Pada dasarnya kegiatan konseling adalah usaha memperkuat “ego strength”. Dengan demikian orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah, misalnya orang yang penakut, rendah diri, banyak lemah, tidak bisa mengambil keputusan termasuk orang yang memiliki ego lemah. Dikatakan demikian adalah karena orang yang keadaannya seperti itu tidak dapat memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk menggerakkan dirinya dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maupun untuk meraih keinginan-keinginannya. Pada umumnya masalah-masalah yang dialami individu diwarnai oleh kuat dan lemahnya ego tersebut.
            Perbedaan antara ego menurut Sigmund Freud dengan Ego menurut Psikoanalisis Baru adalah : menurut Freud, ego itu tumbuh dari Id atau merupakan kelanjutan daripada Id, sedangkan menurut Psikoanalisis baru, ego itu tidak terikat pada Id, jadi tumbuh sendiri yang merupakan keseluruhan kepribadian. Ego itulah yang tumbuh dan menjadi kepribadian seseorang. Jenis ego baru ini disebutnya juga dengan ego kreatif.

B.     Asumsi tentang Manusia
1.      Perkembangan kepribadian
      Kepribadian merupakan produk dari berbagai factor dalam waktu yang lama. Ego berkembang atas kekuatannya sendiri, tidak tergantung pada energy id.
Pertumbuhan ego yang normal merupakan perkembangan kemampuan komunikasi pada anak:
a.       Diferensiasi
b.      Berkembang melalui hubungan dengan lingkungan
c.       Proses sosialisasi
d.      Coping ability (CA), melalui:
-          Pola-pola baru tingkah laku
-          Usaha sadar yang akan menjadi otomatis
e.       Pola dasar tingkah laku terbentuk pada masa enam tahun pertama

2.      Fungsi ego
      Fungsi ego disini lebih positif dibandingkan dengan teori psikoanalisis klasik, yaitu berhubungan dengan lingkungan memlalui cara-cara yang rasional dan sadar.
Tiga kategori fungsi ego:
a.       Impulse economics (imec)
Kemampuan ego untuk tidak hanya mengontrol dorongan-dorongan, tetapi menyalurkan kea rah tingkah laku yang lebih dapat diterima dan berguna.
b.      Cognitive function (cogfun)
Kemampuan ego untuk menganalisis dan berpikir logis mengatasi perasaan. Ini merupakan ego yang bebas dari pengaruh id.
c.       Controlling finction (confun)
Kemampuan ego untuk memusatkan usaha penyelesaian tugas tanpa diganggu oleh perasaan.

C.    Perkembangan Tingkah Laku Salah Suai
            Erikson merumuskan munculnya tingkah laku salah suai pada diri seseorang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
a.       Individu dahulunya kehilangan kemampuan atau tidak diperkenankan merespon rangsangan dari luar secara tepat sehingga pada saat sekarang menjadi salah tingkah. Contoh : seseorang yang tidak boleh bergaul dengan jenis kelamin lain yang berbeda, dimana seseorang tersebut amat terikat dengan nilai-nilai yang kaku (agama, adat atau kepercayaan lainnya) sedangkan pada dirinya selalu muncul dorongan atau naluri yang mana sangat dilarang oleh lingkungannya, sehingga apabila inidividu itu pindah pada lingkungan yang agak longgar terhadap nilia-nilai, maka akan menimbulkan masalah pada diri individu itu setiap kali dia dihadapkan pada situasi yang sama.
b.      Apabila pola-pola coping behavior yang sudah terbina pada dirinya sekarang tidak sesuai lagi dengan siyuasi setempat dimana dia itu berada. Misalnya : Coping Behavior yang selama ini biasa dipakai di tempat asalnya, digunkakan juga pada lingkungan baru, maka oleh masyarakat akan dianggap ganjil, sehingga setipa kali dia berlaku begitu maka akan menjadi pusat perhatian orang lain. Akhirnya individu itu menjadi salah tingkah yang tentu saja berpengaruh pada penyesuaian dirinya.
c.       Fungsi ego tidak berjalan dengan baik. Misalnya individu tersebut tidak mempertimbangkan untung ruginya dalam bertingkah laku tertentu, kurang memanfaatkan pikiran atau kurang mengontrol perasaanya sehingga menjadi sorotan orang disekitarnya dan tentu saja menimbulkan ketidakenakan bagi yang bersangkutan.
D.    Tujuan Konseling dan Proses Konseling
1.      Tujuan Konseling
     Tujuan konseling berdasarkan pandangan Erikson ialah memfungsikan ego klien yang sebelumnya tidak berfungsi dengan penuh. Selain itu tujuan konseling itu adalah melakukan perubahan pada diri klien sehingga terbentuk Coping Behavior yang dikehendaki dan dapat terbina dan agar ego klien itu dapat lebih kuat (ego integrety)
2.      Proses Konseling
Langkah-langkah dalam penyelenggaraan konseling ego adalah :
a.       Pertama-tama mebantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, juga feeling terhadap peranan-peranannya, feeling penampilannya dan hal-hal lain yang bersangkut paut dengan tugas-tugas kehidupannya.
b.      Klien kita proyeksikan dirinya terhadap masa depan.
c.       Selanjutnya konselor berusaha mendiskusikan dengan klien hambatan-hambatan yang dijumpainya untuk mencapai tujuan masa depannya
d.      Kalau pendiskusian tentang hambatan-hambatan itu sudah berlangsung cukup jauh, konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya.

     Agar konseling ego dapat diselenggarakan dengan efektif, maka ada beberapa aturan dalam konseling ego, yaitu :
a.       Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran karena dalam suasana sadar itulah fungsi kognitif dapat dilakukan, dalam keadaan sadar, fungsi kognitif ego itu tidak dapat jalan sebagaimana yang diharapkan.
b.      Proses konseling hendaklah bertitik tolak dari azas kekinian atau tingkah laku sekarang dan tidak membahas nostalgia masa lampau.
c.       Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional, aspek kognitif dan dimensi kognitif yang ada hubungannya dengan bagaimana individu berfikir tentang dasar-dasar tingkah lakunya.
d.      Konselor hendaklah menciptakan suasana hangat dab spontan, baik dalam penerimaan klien mauoun dalam proses konseling.
e.       Konseling harus dilakukan secara profesional dan dilakukan oleh konselor-konselor yang sudah terlatih.
f.       Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keselururan kepribadian individu, tetapi hanya pada pola tingkah laku yang salah suai.

E.     Teknik Konseling
Adapun teknik konseling ego itu adalah sebagai berikut :
a.       Pertama-tama konselor perlu membian hubungan yang akrab dengan kliennya, sehingga dapat muncul kepercayaan pada diri klien terhadap konselornya.
b.      Usaha yang dilakukan konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak kekuatan egonya melemah .
c.       Pembahasan itu dipusatkan pada aspek kognitif, tetapi hal yang mempunyai kaitan langsung dengam perasaan juga disinggung.
d.      Mengembangkan situasi “ambiguitas” (keadaan bebas dan boleh kemana saja dan tidak dibatasi, tidak dihalangi, tidak dihambat-hambat). Untuk terbinanya suasana ambiguitas itu ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu :
1.      Konselor memberikan kesempatan kepada klien bagi munculnya perasaan-perasaan dari dalam diri klien.
2.      Klien diperkenankan mengemukakan kediriannya sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
3.      Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya tranference melalui proyeksi. Tranference maksudnya adalah tembus pandang dalam arti bisa dilihat orang. Misalnya pirbadi yang tranference adalah pribadi yang tidak miskin dan orang lain boleh melihat pribadi yang terbuka tersebut. Sedangkan proyeksi disini maksudnya adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri, tapi menyebutkan hal itu terdapat pada diri orang lain.
e.       Pada saat klien melakukan trabference, maka konselor hendaklah melakukan kontar tranference. Maksudnya konselor mengendalikan diri terhadap kesan-kesan pada klien.
f.       Konselor hendaknya melakukan dignosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu :
1.      Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
2.      Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menjadikan masalah tersebut menyebar saat ini.
3.      Letaknya masalah itu dimana, apakah pada kebiasaan klien, sikapnya atau pada cara tingkah laku yang dilakukan pada saat itu.
4.      Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah, misalnya apa yang dimilikinya baik yang sifatnya tidak dimilikinya.
g.      Membangun fungsi ego yang baru dengan cara :
1.      Dapat dikemukakan berbagai gagasan-gagasan baru.
2.      Berdasarkan dignosis dan gagasan tersebut langsung diberikan upaya pengubahan tingkah laku.
3.      Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.

Sumber:
Taufik. 2002. Model-model Konseling. Padang : FIP UNP
Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: FIP UNP

1 komentar: